Jumat, 28 November 2008

MUHAMMAD DI TIMUR DAN BARAT

Haris del Hakim

Bagi orang muslim, Muhammad dengan agama Islam adalah nabi dan penyelamat di dunia dan akhirat. Karena itu, menodai citra Muhammad adalah menodai agama mereka. Terlepas dari itu, fenomena penodaan citra Muhammad ternyata bukan hal baru. Dunia Barat mengenal Muhammad jauh berbeda dengan Muhammad yang dikenal oleh dunia Timur. Contoh citra Muhammad ada dalam karya Dante, The Divine Comedy.

Muhammad, yang disebut sebagai “Maometto”, muncul dalam canto (bagian dari suatu syair) 28 inferno. Muhammad berada pada lapisan ke sembilan dari sepuluh lapisan Bolgias of Malebolge, gugusan parit kelam yang mengelilingi kubu setan di neraka. Sebelum lapisan ke sembilan yang dihuni oleh Muhammad, terlebih dahulu Dante menjelaskan lapisan sebelumnya yang dihuni oleh para pendosa dengan dosanya yang lebih ringan, seperti: tukang cabul, orang tamak, orang rakus, pembuat bidah, pembuat onar dan angkara murka, orang yang membunuh diri, dan orang kufur (penghina Tuhan). Lapisan setelah Muhammad dihuni oleh para pemalsu dan pengkhianat, di antaranya: Judas pengkhianat Yesus, Brutus dan Casius pengkhianat Yulius Caesar. Setelah itu sampailah pada lapisan dasar neraka di mana setan sendiri berada.

Jadi, Muhammad termasuk dalam hirarki kejahatan yang berat. Dante menyebutnya sebagai semonator di scandalo e di scisma (penyebar skandal dan perpecahan). Hukuman terhadap Muhammad, yang merupakan siksaan abadinya, adalah hukuman yang sangat menjijikkan. Tubuhnya terus-menerus dibelah menjadi dua mulai dari dagu hingga ke anus, bagaikan, kata Dante, tong kayu yang papan-papannya dirobek. Pada bagian ini Dante menguraikan detil-detil eskatologis yang tercakup dalam hukuman tersebut: isi perut dan najis Muhammad digambarkan secara jelas. Muhammad menerangkan kepada Dante mengenai hukuman yang menimpanya, sambil menunjuk kepada Ali, yang juga berada dalam barisan para pendosa yang disiksa dengan dibelah tubuhnya oleh malaikat penyiksa. Ia juga meminta kepada Dante untuk memperingatkan seorang bernama Fra Dolcino, pendeta murtad yang sektenya menganjurkan komunalitas wanita dan harta benda, akan siksaan yang menimpanya. Docino sendiri merupakan pemimpin sekte pada masa Dante yang sedang melonjak debut teologinya. (Edward W. Said, Orientalism).

Uniknya, karya Dante tersebut terinspirasi oleh Risalah al-Ghufran, karya al-Ma’ari. Al-Ma’ari yang muslim menggambarkan bagaimana tokoh, bernama Ghufran, masuk surga dan ingin bertemu dengan para penyair di sana. Dia meminta penjelasan tentang makna kata-kata absurd dalam puisi kepada penyairnya langsung. Karya tersebut juga mengilhami Muhammad Iqbal, penyair dan pendiri negara Pakistan, untuk menulis Javidnamah; setelah dia membaca karya Dante. Citra Muhammad dalam Javidnamah dapat mewakili pandangan dunia Timur tentang Muhammad.

Iqbal menjelaskan tokoh utama masuk ke orbit Jupiter dan bertemu dengan Hallaj, sufi yang dihukum mati karena ajarannya yang dianggap subversif. Tokoh menanyakan misteri-misteri Muhammad dan Hallaj menjawabnya secara filosofis dan idealis dalam bentuk puisi panjang: sebab ia itu manusia, sekaligus zat / /zatnya bukan Arab, bukan Persia / dia manusia, namun sebelum adam / “Hamba-Nya” penulis nasib / di dalam dirinya ada perbaikan keporak-porandaan / “Hamba-Nya” pemberi ruh, sekaligus pengambil ruh / “Hamba-Nya” kaca sekaligus batu keras / “Hamba” itu sesuatu, dan “Hamba-Nya” sesuatu yang lain lagi – / /kita semua menanti; dialah yang dinanti-nantikan / “Hamba-Nya”tak berawal, tak berakhir / “Hamba-Nya” – dimana baginya pagi dan petang? / Tak seorang pun tahu rahasia-rahasia “Hamba-Nya”— / “Hamba-Nya” tak lain adalah rahasia “kecuali Allah”

Citra Muhammad di Barat tidak lebih seorang psikopat yang mengilhami umatnya menjadi teroris di abad ini, terlepas dari berbagai persoalan sosial-budaya-ekonomi-politik yang lebih rumit. Lebih-lebih para pelaku kekerasan, yang disebut sebagai teroris itu, lebih sering menggunakan label agama Islam sebagai perisai pembelaan. Sehingga, lengkap citra Muhammad di dunia Barat seperti itu.

Tentu saja hal itu sangat berseberangan dengan citra Muhammad di dunia Timur. Dunia Timur memiliki argumentasi, “Kalau seorang psikopat mampu memberikan arah segar kepada jalannya sejarah manusia, ini merupakan satu hal yang sangat menarik minat psikologi untuk menyelidiki pengalamannya yang sebenarnya yang telah mengubah budak-budak menjadi pemimpin-pemimpin manusia dan yang telah mengilhami perilaku dan membentuk perjalanan hidup seluruh ras manusia. Menilai dari berbagai aktivitas yang memancar dari gerakan yang dilancarkan oleh nabi, ketegangan spiritual danperilaku yang muncul darinya tak dapat dipandang sebagai suatu tanggapan terhadap semata-mata fantasi di dalam otaknya. Tak mungkin untuk memahaminya kecuali sebagai tanggapan terhadap situasi obyektif yang melahirkan antusiasme-antusiasme baru, tatanan-tatanan baru, titik-titik tolak baru. Jika kita lihat masalahnya dari sudut pandang antropologi, tampaklah bahwa seorang psikopat merupakan faktor penting dalam ekonomi organisasi manusia.” (Muhammad Iqbal, Metafisika Persia).

Bagi dunia Timur dan kaum muslim khususnya, Muhammad merupakan harga diri. Dia adalah penggerak lahirnya kebesaran Islam yang menguasai dunia selama 700 tahun. Sejak Muhammad meninggal dunia pada tahun 632, kekuasaan secara militer yang disusul dengan kebudayaan dan keagamaan Islam berkembang sangat pesat. Pada mulanya Persia yang megah itu dapat ditaklukkan, Syria dan Mesir, lalu Turki kemudian Afrika Utara pun jatuh ke tangan orang muslim. Pada abad kedelapan dan sembilan Spanyol, Sisylia, dan negara bagian Prancis pun ditaklukkan. Abad ketiga belas dan keempat belas, Islam hampir berkuasa sampai ke India, Indonesia, dan China.

Pencitraan Muhammad sebagai orang gila, dukun, penyair, merupakan citra yang memiliki akar sejak zaman Jahiliyah pada zaman Nabi Muhammad sendiri. Ketika itu para pemuka Qurais, yang dipimpin oleh Abu Jahal, merasa kehilangan pengaruh hegemoninya atas dunia arab. Agama baru yang dibawa oleh Muhammad secara perlahan-lahan, namun pasti, menggerogoti kekuasaan mereka. Sebagai pertahanan kekuasaan atas perlawanan Muhammad dan pengikutnya yang sebagian besar dari kalangan budak, para penguasa Qurais berkolaborasi dengan ahli kitab yang haus kekuasaan memberikan karakter yang negatif terhadap Muhammad.

Sebagai tanggapan atas hal itu, kitab suci orang Islam menjelaskan karakter Abu Jahal atau Abu Lahab sebagai orang yang binasa kedua tangannya, yaitu sia-sia dan tidak berguna semua harta kekayaan dan perbuatannya (QS. al-Lahab: 111). Sedangkan bantahan terhadap ahli kitab, alih-alih memburuk-burukkan justru penjelasan yang proporsional mengenai sejarah agama mereka. Tokoh kunci, seperti Musa, Ibrahim, Israil, Dzulkifli (yang diasosiasikan dengan Sidharta Gautama), Isa, dikukuhkan sebagai nabi orang Islam. Apabila semua itu tidak juga memberikan pemahaman baru tentang Muhammad dan agama yang dibawanya, maka jalan kaluarnya adalah menunggu waktu siapa di antara mereka yang benar.

Tidak ada komentar: